Rukun dan Syarat Puasa Ramadhan
Alhamdulillah, ayahraisa masih bisa menyapa dan berbagi informasi di blog ini. Menyambung tulisan Beberapa Keutamaan Ramadhan, untuk menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan secara baik dan sesuai aturan dalam agama Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui mengenai Syarat Puasa Ramadhan, Rukun Puasa Ramadhan dan Syarat Sah Puasa Ramadhan.
Syarat wajibnya puasa yaitu: (1) islam, (2) berakal, (3) sudah baligh dan (4) mengetahui akan wajibnya puasa
Syarat Wajib Menunaikan Puasa Ramadhan yaitu :
1. Sehat, yang berarti tidak sedang dalam keadaan sakit.
2. Menetap, tidak dalam keadaan bersafar
Syarat wajib ini merupakan firman Allah SWT :
“Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185).
3. Suci dari haidh dan nifas
Wanita yang sedang haidh dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa Ramadhan dan malah diharamkan untuk berpuasa Ramadhan dan memiliki kewajiban qadha’ ketika suci.
Meskipun Puasa pada bulan Ramadhan itu wajib hukumnya, namun ada beberapa keadaan/kondisi yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, diantaranya :
1. Orang yang sakit
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah : 185, orang yang sakit boleh tidak berpuasa, yaitu orang yang mendapatkan mudarat dengan puasanya. Wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di hari-hari yang lain.
2. Orang yang bersafar
Dalam keadaan bersafar (bepergian) , keadaan tiap manusia mungkin ada perbedaan, ada yang kuat menjalankan puasa sambil bersafar ada yang tidak. Untuk itu harus dilihat pada 3 kondisi berikut :
Untuk orang yang bersafar, wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di hari-hari yang lain.
3. Orang yang sudah tua renta (sepuh)
Tidak wajib berpuasa bagi orang yang sudah tua renta, dan berlaku juga untuk orang yang sakit yang tidak bisa sembuh lagi dari sakitnya (tidak bisa diharapkan sembuhnya)
Dalam hal kondisi di atas, Allah berfirman :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184).
Untuk kondisi seperti di atas, tidak diwajibkan untuk mengganti dengan puasa di hari yang lain, namun cukup dengan membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin, sebanyak jumlah hari dia tidak berpuasa.
4. Wanita hamil dan menyusui
Para ulama dalam masalah qadha’ dan fidyah bagi wanita hamil dan menyusui memiliki empat pendapat.
Pendapat pertama Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Sa’id bin Jubair berpendapat bahwa boleh keduanya tidak puasa dan ada kewajiban fidyah, namun tidak ada qadha’ bagi keduanya. Pendapat kedua ‘Atho’ bin Abi Robbah, Al Hasan, Adh Dhohak, An Nakho’i, Az Zuhri, Robi’ah, Al Awza’i, Abu Hanifah, Ats Tsauri, Abu ‘Ubaid, Abu Tsaur, dan ulama Zhahiri berpendapat bahwa keduanya boleh tidak puasa namun harus mengqadha’, tanpa ada fidyah. Keadaannya dimisalkan seperti orang sakit. Pendapat ketiga Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa keduanya boleh tidak puasa, namun wajib menunaikan qadha’ dan fidyah sekaligus. Pendapat ini juga dipilih oleh Mujahid. Pendapat keempat Imam Malik berpendapat bahwa wanita hamil boleh tidak puasa, namun harus mengqadha’ tanpa ada fidyah. Namun untuk wanita menyusui, ia boleh tidak puasa, namun harus mengqadha’ sekaligus menunaikan fidyah. Ibnul Mundzir setelah menyebutkan pendapat-pendapat ini, ia lebih cenderung pada pendapat ‘Atho’ yang menyatakan ada kewajiban qadha' tanpa fidyah (Lihat Al Majmu' 6:178)
Rukun Puasa Ramadhan
Rukun atau fardhu puasa ada dua yaitu :
1. Imsak (menahan diri) dari melakukan berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari
2. Berniat
Dalilnya adalah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Hafshoh –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.”(HR. Abu Daud no. 2454, Tirmidzi no. 730, dan Nasa’i no. 2333)
Syarat ini adalah syarat puasa wajib menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali. Yang dimaksud dengan berniat di setiap malam adalah mulai dari tenggelam matahari hingga terbit fajar.
Niat puasa harus ada untuk membedakan dengan menahan lapar lainnya, juga untuk membedakan dengan puasa sunnah.Namun letak niat adalah di hati, bukan di lisan. Imam Nawawi berkata,
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama. (Rowdhotuth Tholibin, 1: 502)
Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu:
Sumber :
1. Buku Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah, Penulis Muhammad Abduh Tuasikal
1. Sehat, yang berarti tidak sedang dalam keadaan sakit.
2. Menetap, tidak dalam keadaan bersafar
Syarat wajib ini merupakan firman Allah SWT :
“Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185).
3. Suci dari haidh dan nifas
Wanita yang sedang haidh dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa Ramadhan dan malah diharamkan untuk berpuasa Ramadhan dan memiliki kewajiban qadha’ ketika suci.
Meskipun Puasa pada bulan Ramadhan itu wajib hukumnya, namun ada beberapa keadaan/kondisi yang mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, diantaranya :
1. Orang yang sakit
Sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah : 185, orang yang sakit boleh tidak berpuasa, yaitu orang yang mendapatkan mudarat dengan puasanya. Wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di hari-hari yang lain.
2. Orang yang bersafar
Dalam keadaan bersafar (bepergian) , keadaan tiap manusia mungkin ada perbedaan, ada yang kuat menjalankan puasa sambil bersafar ada yang tidak. Untuk itu harus dilihat pada 3 kondisi berikut :
- Jika berat untuk berpuasa atau sulit melakukan hal-hal yang baik ketika itu, maka lebih utama untuk tidak berpuasa.
- Jika tidak memberatkan untuk berpuasa dan tidak menyulitkan untuk melakukan berbagai hal kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa. Alasannya karena lebih cepat terlepasnya beban kewajiban dan lebih mudah berpuasa dengan orang banyak daripada sendirian.
- Jika tetap berpuasa malah membinasakan diri sendiri, maka wajib tidak puasa
Untuk orang yang bersafar, wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di hari-hari yang lain.
3. Orang yang sudah tua renta (sepuh)
Tidak wajib berpuasa bagi orang yang sudah tua renta, dan berlaku juga untuk orang yang sakit yang tidak bisa sembuh lagi dari sakitnya (tidak bisa diharapkan sembuhnya)
Dalam hal kondisi di atas, Allah berfirman :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al Baqarah: 184).
Untuk kondisi seperti di atas, tidak diwajibkan untuk mengganti dengan puasa di hari yang lain, namun cukup dengan membayar fidyah yaitu memberi makan seorang miskin, sebanyak jumlah hari dia tidak berpuasa.
4. Wanita hamil dan menyusui
Para ulama dalam masalah qadha’ dan fidyah bagi wanita hamil dan menyusui memiliki empat pendapat.
Pendapat pertama Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Sa’id bin Jubair berpendapat bahwa boleh keduanya tidak puasa dan ada kewajiban fidyah, namun tidak ada qadha’ bagi keduanya. Pendapat kedua ‘Atho’ bin Abi Robbah, Al Hasan, Adh Dhohak, An Nakho’i, Az Zuhri, Robi’ah, Al Awza’i, Abu Hanifah, Ats Tsauri, Abu ‘Ubaid, Abu Tsaur, dan ulama Zhahiri berpendapat bahwa keduanya boleh tidak puasa namun harus mengqadha’, tanpa ada fidyah. Keadaannya dimisalkan seperti orang sakit. Pendapat ketiga Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa keduanya boleh tidak puasa, namun wajib menunaikan qadha’ dan fidyah sekaligus. Pendapat ini juga dipilih oleh Mujahid. Pendapat keempat Imam Malik berpendapat bahwa wanita hamil boleh tidak puasa, namun harus mengqadha’ tanpa ada fidyah. Namun untuk wanita menyusui, ia boleh tidak puasa, namun harus mengqadha’ sekaligus menunaikan fidyah. Ibnul Mundzir setelah menyebutkan pendapat-pendapat ini, ia lebih cenderung pada pendapat ‘Atho’ yang menyatakan ada kewajiban qadha' tanpa fidyah (Lihat Al Majmu' 6:178)
Rukun Puasa Ramadhan
Rukun atau fardhu puasa ada dua yaitu :
1. Imsak (menahan diri) dari melakukan berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari
2. Berniat
Dalilnya adalah hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Hafshoh –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.”(HR. Abu Daud no. 2454, Tirmidzi no. 730, dan Nasa’i no. 2333)
Syarat ini adalah syarat puasa wajib menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali. Yang dimaksud dengan berniat di setiap malam adalah mulai dari tenggelam matahari hingga terbit fajar.
Niat puasa harus ada untuk membedakan dengan menahan lapar lainnya, juga untuk membedakan dengan puasa sunnah.Namun letak niat adalah di hati, bukan di lisan. Imam Nawawi berkata,
“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama. (Rowdhotuth Tholibin, 1: 502)
Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu:
- Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas. Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa.
- Berniat. Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain
Sumber :
1. Buku Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah, Penulis Muhammad Abduh Tuasikal
0 Response to "Rukun dan Syarat Puasa Ramadhan"
Post a Comment